Ada yang mengatakan "biar hati
dululah yang dihijab. Baru kemudian anggota tubuh dihijab", ada pula yang
mengatakan "itu perintah agama, jadi wajib bagi setiap wanita". Lalu
bagaimana seharusnya kita menyikapi dari ilmu keawaman (saya orang awam
loh....!!!).
Pada dasarnya hijab atau menutupi
bagian tubuh wanita kecuali muka (ada yang bilang mata, karena melihat budaya
di Timur Tengah sana agar tidak kemasukan debu) merupakan anjuran agama (untuk
kejelasan dalilnya, bisa ditanyakan ke para Yai atau Ustad yang anaknya tidak
berhijab). Namun disatu sisi juga ada segi keuntungannya, baik itu dari ilmu psikologi, sosial, dan juga dari sisi agama itu sendiri.
Ditinjau dari ilmu psikologi, dengan
berhijab akan menumbuhkan sifat malu (kalau sudah berhijab tapi tidak asa sifat
malu, mengutip Bang Haji Roma, itu dinamakan memalukan!!!). Dengan sifat malu
itu, maka dengan sendirinya (diharapkan) akan ada sifat untuk menjaga diri dari
hal-hal yang bertentangan dengan hijabnya.
Dari sisi sosial, dengan berhijab maka
akan meninggikan strata sosial wanita yang memakainya. Loh kok bisa? , karena
dengan hijab, para lelaki akan segan, yang dalam artian para lelaki akan lebih
menghormati. Coba saja perhatikan, lebih nikmat diajak nakal mana, antara yang
berhijab atau yang auratnya mubazir?.
Lalu bagaimana keuntungan dari agama?.
Karena agama telah menganjurkan untuk menutupi aurat, maka sudah dipastikan
akan ada ganjarannya. Ingat!, dengan berhijab, seorang wanita sudah dapat
dikatakan menjalankan anjuran salah satu point agama. Selain itu, dengan berhijab seorang wanita
akan mendapat point lebih keagamaan (entah itu disebut pahala, atau apalah
namanya).
Lalu bagaimana dengan cerita “hijab
style” dan “hijab syar’I” ?.
Bersambung…
Terimakasih.. tulisannya sangat bermanfaat..
BalasHapusMy blog