Keterkaitan seorang ulama dalam jaringan ulama bukan hanya sebatas hubungan
satu ulama dengan ulama lainnya, tetapi juga bagaimana ia juga ikut
berkontribusi dalam perluasan dan juga menjaga agar jaringan tersebut tetap
eksis. Sepeti yang dijelaskan oleh Azyumardi Azra dalam buku jaringan ulama, ia
menjelaskan bahwa jaringan ini bukan hanya berkaitan dengan hubungan
guru-murid, guru dengan guru, atau pun murid dengan murid tetapi juga
menyangkut penyebaran dan pengembangan khazanah keilmuan Islam, hal ini pun
bisa dilihat dari penyebaran sanad seorang guru yang menyebar ke murid-muridnya
dan dari dari murid-murid tersebut juga tersebar ke murid-muridnya.
Sebagai seorang yang masuk dalam kancah jaringan ulama, Syeikh Yasin pun
juga ikut berkontribusi dalam hal-hal tersebut, hal ini bisa dipastikan dengan
ditemukan dan dihidupkanya kembali ilmu sanad olehnya yang bahkan ia pun
disebut-sebut sebagai pemilik sanad hadits terlengkap, keterkaitannya dalam
dunia tarekat pun ikut menuntutnya untuk menyebarkannya, dan kegiatan rihlah
ilmiyah yang ia lakukan yang bukan hanya sebatas mencari atau pun menyebarkan
setiap ilmu yang ia miliki, tetapi juga agar terjadi sebuah pola hubungan yang
khusus terhadap ulama yang ia temui. Selain itu, Syeikh Yasin pun ikut
melestarikan khazanah tradisi ulama-ulama salaf terdahulu, yang bahkan saat ini
sangatlah jarang dilakukan oleh ulama-ulama masa kini.
A.
Penghidup
Kembali Ilmu Sanad dan Pemilik Sanad Terlengkap
Yang dimaksud dengan ilmu sanad adalah ilmu yang
menjelaskan jalannya matan atau bisa juga disebut ilmu yang menjelaskan
silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (isi hadits). Ilmu sanad
dalam hadits memiliki peranan yang sangat besar, yaitu menjaga keabsahan suatu
hadits, apakah suatu hadits itu memang bersandar kepada Nabi SAW atau para
Sahabat hal itu ditentukan oleh sanadnya.
Pada zaman Imam Suyuthi semua sanad hadits
yang memang benar adanya telah berhasil dihimpun
oleh Imam Suyuthi. Namun setelah sepeninggal Imam Suyuthi, sanad-sanad
tersebut kembali tercecer dan barulah pada abad ke-20 Syeikh Yasin tampil ke depan
untuk kembali menghimpun sanad-sanad hadits yang walaupun dari segi
jumlah tidaklah sebanyak dengan apa yang telah dihimpun oleh Imam Suyuthi. Maka
tidaklah mengherankan banyak ulama yang menyebut Syeikh Yasin sebagai Suyuthiyyu
Zamanihi.[1]
Selain itu, Syeikh Yasin sendiri mempunyai seluruh
sanad-sanad hadits baik itu hadits shahih, dhoif maupun hasan
sampai ke Rasulullah saw. Tidak hanya sanad hadits saja yang ia punya,
bahkan ia mempunyai sanad-sanad seluruh kitab kuning yang telah ia kaji
sampai kepada pengarangnya dan juga sanad-sanad tarekat yang ia telah
bernaung di dalamnya sampai kepada pendirinya.[2]
Dalam silsilahnya, berbeda dengan sanad tarekat
syadziliyah lainnya di Indonesia, sanad yang bersambung dengan Syeikh Yasin
dalam tarekat Syadziliyah berasal dari Abi al-‘Azzaim Madi bin Sulthon Khodim
al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadzily (lihat lampiran VII).[4]
Dalam setiap kesempatan ulama dan thulab
banyak berdatangan ke kediaman Syeikh Yasin untuk meminta ijazah hizb,
setelah itu mereka mengelompok melakukan dzikir masing-masing menurut berdasarkan
ijazah dan tingkatan yang mereka terima. Dari para ulama dan thulab yang
telah diijazahkan ini banyak pula yang telah mendapatkan izin untuk mengamalkan
dan menyebarkan di kampung halaman mereka masing-masing.
Sampai saat ini telah banyak pondok pesantren dan
Majlis-majlis talim yang telah mengamalkan hizb yang sanadnya
bersambung ke Syeikh Yasin, seperti Pondok Pesantren al-Kholidin Jakarta, Darul
Ma’arif Jakarta, Majlis Ta’lim al-Anshoriyah Kebon Jeruk, Yayasan Daarut Taqwa
Jakarta, Pondok Pesantren Darut Tafsir dan Darul Kholidin di Bogor, yang tidak
lain pimpinan-pimpinan pondok pesantren tersebut merupakan murid-murid Syeikh
Yasin sendiri dan juga murid dari murid-murid Syeikh Yasin.
Untuk tarekat Sadziliyah ini merupakan tarekat
yang sangat masyur terdengar di Indonesia. Akan tetapi bukan hanya tarekat
Sadziliyah saja yang menaungi Syeikh Yasin, ada beberapa tarekat lain pula yang
sanadnya bersambung kepada Syeikh Yasin di antaranya adalah thariqoh
‘Alawiyah[5] dan
juga tarekat Naqsyabandiyah.[6]
C.
Rihlah Ilmiyah dan
Penghubung Antar Ulama
Dalam dunia keintelektualan Islam, Rihlah
ilmiyah atau bisa juga disebut dengan perjalanan untuk menuntut ilmu
merupakan salah satu tradisi yang sudah melekat erat yang biasa dilakukan oleh
para pelajar Muslim untuk mencari seorang guru yang memang sudah dikenal dalam
karir keilmuannya[7].
Tradisi rihlah ilmiyah ini bahkan secara historis juga telah dilakukan
oleh para Sahabat sepeninggal Nabi saw untuk mengumpulkan dan merekam hadits.[8]
Setelah mendapatkan ijazah dari al-Masyaikh
al-Kibar, maka Syeikh Yasin mulai mengadakan rihlah ilmiyah ke berbagai
kota-kota lainnya seperti Madinah al-Munawwarah, Thaif, Riyadh dan kota-kota
lainnya.[9] Setelah selesai
menuntaskan pengembaraanny di dalam negeri, Syeikh Yasin kemudian memulai rihlah
ilmiyah ke berbagai negara seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait, India,
Indonesia dan negara-negara lainnya.
Dalam setiap perjalannya Syeikh Yasin tidaklah
hanya sekedar mencari ilmu semata, tetapi juga dalam rangka mengamalkan dan
menyebarkan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan. Maka tidaklah mengherankan ketika
ia datang ke suatu tempat, dipinta atau tidak ia pasti akan memberikan ijazah
dan sanad yang telah ia punya sesuai dengan kadar ilmu ulama yang
menerima.
Khusus perjalanan ke Indonesia, sering Syeikh
Yasin lakukan pada saat menjadi tamu undangan negara guna menghadiri Musabaqoh
Tilawatil Qur’an (MTQ). Ajang ini Syeikh Yasin manfaatkan guna melakukan rihlah
ilmiyah dan menyampaikan sanad hadits dan kitab.[10] Juga Syeikh Yasin
berkunjung ke pesantren-pesantren di hampir seluruh pelosok Indonesia seperti
Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Madura, Nusa Tenggara Barat, Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi.[11] Dalam kunjungannya
senantiasa selalu dipadati oleh para ulama dan santri serta masyarakat yang
antusias akan kunjungan Syeikh Yasin guna memperoleh sanad, Ijazah,
keberkahan dan do’a dari seorang ulama besar.
Selain rihlah ilmiyah, Syeikh Yasin melalui murid-muridnya
juga selalu rutin mengundang para ulama dari berbagai negara yang menunaikan
ibadah haji untuk ke kediamannya, kemudian Syeikh Yasin mengundang Masyaikh
kota Makkah beserta Tholabah untuk saling berdiskusi mengenai hal-hal
yang bersifat keagamaan, di samping untuk memperkuat ukhuwah islamiyah.[12] Jika ternyata ada
sebagian ulama yang terlewatkan atau tidak bertemu, maka beliau melakukan
interaksi melalui surat menyurat.[13]
D.
Penjaga
Tradisi Khazanah Intelektualitas Ulama Terdahulu
Sudah selayaknya ulama sebagai pewaris keilmuan
para Nabi, Sahabat, Thabi’in, dan seterusnya, terus mejaga tradisi-tradisi yang
mengikut di dalam keilmuan tersesbut. Hal itulah yang juga terus dilakukan oleh
Syeikh Yasin hingga akhir hidupnya yang walaupun banyak pula dari ulama-ulama
yang lainnya sudah melupakannya.
Sebagai penjaga tradisi, Syeikh Yasin terus
berusaha melestarikan atas apa yang telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf
terdahulu. Hal ini didasarkan agar tidak adanya penyimpangan dalam tradisi tersebut.
Seperti dalam kasus pengijazahan berbagai macam hadits musalsal, Syeikh
Yasin selalu menirukan atas apa yang telah dilakukan ulama terdahulu sesuai
dengan perbuatan, waktu, dan keadaan ulama tersebut mengijazahkan Syeikh Yasin.
Contoh yang sesuai dengan perbuatan misalnya dalam pengijazahan al-Musalsal
bi al-Musyabakah al-Maghribiyah.[14]
Contoh yang sesuai dengan waktu misalnya pada al-Musalsal bi al-Sama’ bi
Yaum al-Ied.[15]
Selain contoh dari hadits musalsal, contoh
lainnya dalam ilmu falak juga pernah dipraktekkan Syeikh Yasin[16], hal ini juga dikarenakan
Syeikh Yasin juga pernah menyandang gelar Falak al-Hijaz.
E.
Pengakuan
Ulama Terhadap Keilmuan Syeikh Yasin
Terdapat banyak sekali pengakuan para ulama kepada
Syeikh Yasin yang memang hal ini ditujukan karena kealiman serta luasnya ilmu
yang telah beliau miliki yang bahkan olehnya banyak dari guru-guru Syeikh Yasin
sendiri yang berbalik menuntut ilmu kepada Syeikh Yasin sendiri. Karena saking
banyaknya pujian tersebut, penulis akan menyebutkan beberapa saja.
1.
Al-Syeikh Muhammad
Zakaria bin Muhammad Yahya al-Madany. Syeikh Zakaria merupakan seorang ulama
yang mempunyai prinsip yang keras. Apabila ia telah meyakini akan sesuatu, maka
ia akan memegang teguh apa yang telah ia yakini. Akan tetapi setelah Syeikh
Zakaria membaca sebuah karya Syeikh Yasin (kitab Fawaidh al-Janiyah),
Syeikh Zakaria terpengaruh oleh karya muridnya tersebut dan mengakui akan
keunggulan keilmuan Syeikh Yasin.[17]
2.
Al-Syeikh Abu
Sulaiman Mahmud Sa’id bin Muhammad Mamduh al-Syafi’i dan Fadhilah al-Syeikh
al-‘Alim al-Allamah al-Muhaddits al-Ushuly al-Sayyid ‘Abd Allah bin al-Shiddiq
al-Ghumary. Syeikh Abu Sulaiman mengutip perkataan Sayyid Abdullah bin
al-Shiddiq al-Ghumary pada waktu musim haji tahun 1401 H: “Sebelumnya kami
menetapkan bahwa guru kami yang bernama al-Sayyid Ahmad al-Rofi’ Rafi’
al-Thahthawy adalah ‘Musnid al-Ashr’, tetapi sekarang Syeikh Muhammad
Yasin al-Fadany adalah ‘Musnid al-Dunia’ tanpa diragukan lagi.”[18]
3.
Al-Sayyid
Abdul Aziz al-Qumari. Menurutnya Syeikh Yasin merupakan suatu kebanggaan ulama
Haramain dan sebagai Muhaddits.[19]
4.
Dr. Abdul
Wahhab bin Abu Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummu al-Qura).
Didalam kitab الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة dikatakan: “Syeikh Yasin adalah Muhaddits,
Faqih, Mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu
ulama Masjid al-Haram.[20]
5.
Al-Sayyid
Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal salah seorang mufti di Negara
Yaman pernah membuat sebuah syair yang dikhususkan untuk memuji Syaikh Yasin
Al-Fadani, dalam salah satu bait syairnya dia berkata: أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحي
"Engkau tiada taranya dari segi ilmu dan ma`any, di antara banyak
kejayaan yang dibangun orang, kaulah satu-satunya yang jaya".[21]
6.
Al-Habib
Assayyid Segaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada
tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan
menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir
untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai
berikut:[22]
لله
درك يا
ياسين من
رجل……أم
القرى أنت
قاضيها ومفتيها
في كل
فن وموضوع
لقد كتبا
……يداك ما
أثلج الألباب
يحديها
7.
KH. Maimun
Zubeir. Kiyai Maimun merupakan salah satu murid Syeikh Yasin yang menjadi tokoh
agama dipentas nasional. Menurut penuturannya pada waktu haul Syeikh
Yasin ke-18 dan KH. Abdul Hamid Abdul Halim ke-5 di Prapanca, Jakarta, Syeikh
Yasin adalah mujaddid abad ke-20, karena Syeikh Yasin dalam menetapkan suatu
hukum disesuaikan dengan zaman sekarang tanpa meniggalkan kaidah yang telah
ditetapkan oleh ulama terdahulu. Selain itu menurutnya Syeikh Yasin sejajar
dengan Imam Suyuthi.[23]
Dan masih banyak lagi pengakuan-pengakuan para
ulama terhadap terhadap ketinggian keilmuan Syeikh Yasin. Hal ini dapat pula
dilihat dalam setiap pemberian ijazah guru-gurunya terhadapnya dan juga dari
luasnya penggunaan karya-karya Syeikh Yasin baik itu di tingkat pesantren
maupun Universitas. Dan juga tidak ketinggalan dari pengamalan-pengamalan dalam
tingkatan berbagai thariqoh yang sanadnya telah bersambung kepada Syeikh
Yasin. Selain itu, untuk mengenang jasa Syeikh Yasin, beberapa murid-murid
Syeikh Yasin selalu rutin melaksanakan haul Syeikh Yasin seperti yang terjadi
di Banjarmasin setiap akhir bulan Dzulhijjah dan di Jakarta setiap hari minggu
terakhir bulan Muharram.
[4]Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary,
Sanad Hizb al-Bahr wa Saaira Hazaib al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadziliy,
(Prapanca, Jakarta).
Lihat Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa
sanadhuma al-Mutsahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd
al-Jabbar Abi al-Hasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M, (Jakarta;
t.p, t.t), h. 4-5.
Dalam buku
“Mengenal Dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia”
disebutkan bahwa silsilah tarekat Syadziliyah di Indonesia berasal dari
silsilah Abi al-‘Abbas Syihabuddin Ahmad bin ‘Umar al-Mursi (silsilah kedua
setelah Abi al-Hasan al-Syadzili). Prof. DR. H. Moh. Ardani, Tarekat
Syadziliyah, terkenal Dengan Variazi Hizb-nya, Dalam Dr. Hj. Sri Mulyati,
MA., ed, Mengenal Dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2005), h. 79.
Lihat
Juga, Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan
Agama Di Jawa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 299-301.
Lihat
juga, Syaifuddin Zuhri, “Tarekat Syadziliyah, Perkembangan dan Ajarannya Di
Kudus,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007 M/ 1428 H), h. 41-42.
Lihat
juga, Muhammad Juni, “ Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah
Di Kabupaten Bekasi (1993-2003),” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 M/ 1429 H), h. 70-71.
Bandingkan
juga dengan, Ahmad Nur Khalid, Hizb al-Bahr wa Hizb al-Nasr wa al-Fatihah li
al-Imam Abi al-Hasan al-Syadily, (Ciputat: t.p, 2010), h.25-26.
[5]Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Al-Ratiban wa
al-Thariqah al-‘Alawiyah, (Prapanca, Jakarta).
[6] Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,”
Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[7] Lihat Lilik Mursito, “Tradisi
Rihlah Ilmiah,” artikel diakses pada 5 November 2010 dari http://www.anwafi.co.cc/2010/07/tradisi-rihlah-ilmiyah.html
[10] Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh
Muhammad Yasin”, h. 116.
[14]Musalsal ini adalah musalsal yang menitikberatkan
pada perbuatan perawi, dalam arti, seorang perawi ketika meriwayatkan hadits
ini dibarengi dengan praktik saling mengenggam antara kedua tangan perawi
dengan yang menerima hadits tersebut. Al-musalsal bi al-Musyabakah
al-Maghribiyah populer di kalangan ulama dengan istilah tasybik.
Dalam prakteknya, ini berbeda dengan salaman pada umumnya, ini dilakukan dengan
cara kedua tangan posisinya adalah semua jari-jari bertemu meyela satu sama
lain dengan tergenggam keduanya. Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh
Muhammad Yasin”, h. 94.
[15] Hadits musalsal ini diriwayatkan dan diijazahkan
hanya pada waktu hari raya ‘Ied (Ied al-Fitri maupun Ied al-Adha), tepatnya
setelah shalat Ied dan tidak dilaksanakan di lain waktu. Lihat Muiduddin,
"Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 101-104.
[17] Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,”
Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[19] “Syeikh Yasin al-padany
ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
Lihat juga
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 156.
[21]“Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada
September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar