Selasa, 13 Januari 2015

SYEIKH YASIN AL-FADANY SEBAGAI REVIVALIS DALAM JARINGAN ULAMA

Keterkaitan seorang ulama dalam jaringan ulama bukan hanya sebatas hubungan satu ulama dengan ulama lainnya, tetapi juga bagaimana ia juga ikut berkontribusi dalam perluasan dan juga menjaga agar jaringan tersebut tetap eksis. Sepeti yang dijelaskan oleh Azyumardi Azra dalam buku jaringan ulama, ia menjelaskan bahwa jaringan ini bukan hanya berkaitan dengan hubungan guru-murid, guru dengan guru, atau pun murid dengan murid tetapi juga menyangkut penyebaran dan pengembangan khazanah keilmuan Islam, hal ini pun bisa dilihat dari penyebaran sanad seorang guru yang menyebar ke murid-muridnya dan dari dari murid-murid tersebut juga tersebar ke murid-muridnya.

Sebagai seorang yang masuk dalam kancah jaringan ulama, Syeikh Yasin pun juga ikut berkontribusi dalam hal-hal tersebut, hal ini bisa dipastikan dengan ditemukan dan dihidupkanya kembali ilmu sanad olehnya yang bahkan ia pun disebut-sebut sebagai pemilik sanad hadits terlengkap, keterkaitannya dalam dunia tarekat pun ikut menuntutnya untuk menyebarkannya, dan kegiatan rihlah ilmiyah yang ia lakukan yang bukan hanya sebatas mencari atau pun menyebarkan setiap ilmu yang ia miliki, tetapi juga agar terjadi sebuah pola hubungan yang khusus terhadap ulama yang ia temui. Selain itu, Syeikh Yasin pun ikut melestarikan khazanah tradisi ulama-ulama salaf terdahulu, yang bahkan saat ini sangatlah jarang dilakukan oleh ulama-ulama masa kini.

A.    Penghidup Kembali Ilmu Sanad dan Pemilik Sanad Terlengkap
Yang dimaksud dengan ilmu sanad adalah ilmu yang menjelaskan jalannya matan atau bisa juga disebut ilmu yang menjelaskan silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (isi hadits). Ilmu sanad dalam hadits memiliki peranan yang sangat besar, yaitu menjaga keabsahan suatu hadits, apakah suatu hadits itu memang bersandar kepada Nabi SAW atau para Sahabat hal itu ditentukan oleh sanadnya.
Pada zaman Imam Suyuthi semua sanad hadits yang memang benar adanya telah berhasil  dihimpun oleh Imam Suyuthi. Namun setelah sepeninggal Imam Suyuthi, sanad-sanad tersebut kembali tercecer dan barulah pada abad ke-20 Syeikh Yasin tampil ke depan untuk kembali menghimpun sanad-sanad hadits yang walaupun dari segi jumlah tidaklah sebanyak dengan apa yang telah dihimpun oleh Imam Suyuthi. Maka tidaklah mengherankan banyak ulama yang menyebut Syeikh Yasin sebagai Suyuthiyyu Zamanihi.[1]
Selain itu, Syeikh Yasin sendiri mempunyai seluruh sanad-sanad hadits baik itu hadits shahih, dhoif maupun hasan sampai ke Rasulullah saw. Tidak hanya sanad hadits saja yang ia punya, bahkan ia mempunyai sanad-sanad seluruh kitab kuning yang telah ia kaji sampai kepada pengarangnya dan juga sanad-sanad tarekat yang ia telah bernaung di dalamnya sampai kepada pendirinya.[2]

B.     Penyebar, Pemberi Sanad dan Ijazah Hizb[3]
Dalam silsilahnya, berbeda dengan sanad tarekat syadziliyah lainnya di Indonesia, sanad yang bersambung dengan Syeikh Yasin dalam tarekat Syadziliyah berasal dari Abi al-‘Azzaim Madi bin Sulthon Khodim al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadzily (lihat lampiran VII).[4]
Dalam setiap kesempatan ulama dan thulab banyak berdatangan ke kediaman Syeikh Yasin untuk meminta ijazah hizb, setelah itu mereka mengelompok melakukan dzikir masing-masing menurut berdasarkan ijazah dan tingkatan yang mereka terima. Dari para ulama dan thulab yang telah diijazahkan ini banyak pula yang telah mendapatkan izin untuk mengamalkan dan menyebarkan di kampung halaman mereka masing-masing.
Sampai saat ini telah banyak pondok pesantren dan Majlis-majlis talim yang telah mengamalkan hizb yang sanadnya bersambung ke Syeikh Yasin, seperti Pondok Pesantren al-Kholidin Jakarta, Darul Ma’arif Jakarta, Majlis Ta’lim al-Anshoriyah Kebon Jeruk, Yayasan Daarut Taqwa Jakarta, Pondok Pesantren Darut Tafsir dan Darul Kholidin di Bogor, yang tidak lain pimpinan-pimpinan pondok pesantren tersebut merupakan murid-murid Syeikh Yasin sendiri dan juga murid dari murid-murid Syeikh Yasin.
Untuk tarekat Sadziliyah ini merupakan tarekat yang sangat masyur terdengar di Indonesia. Akan tetapi bukan hanya tarekat Sadziliyah saja yang menaungi Syeikh Yasin, ada beberapa tarekat lain pula yang sanadnya bersambung kepada Syeikh Yasin di antaranya adalah thariqoh ‘Alawiyah[5] dan juga tarekat Naqsyabandiyah.[6]

C.     Rihlah Ilmiyah dan Penghubung Antar Ulama
Dalam dunia keintelektualan Islam, Rihlah ilmiyah atau bisa juga disebut dengan perjalanan untuk menuntut ilmu merupakan salah satu tradisi yang sudah melekat erat yang biasa dilakukan oleh para pelajar Muslim untuk mencari seorang guru yang memang sudah dikenal dalam karir keilmuannya[7]. Tradisi rihlah ilmiyah ini bahkan secara historis juga telah dilakukan oleh para Sahabat sepeninggal Nabi saw untuk mengumpulkan dan merekam hadits.[8]
Setelah mendapatkan ijazah dari al-Masyaikh al-Kibar, maka Syeikh Yasin mulai mengadakan rihlah ilmiyah ke berbagai kota-kota lainnya seperti Madinah al-Munawwarah, Thaif, Riyadh dan kota-kota lainnya.[9] Setelah selesai menuntaskan pengembaraanny di dalam negeri, Syeikh Yasin kemudian memulai rihlah ilmiyah ke berbagai negara seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait, India, Indonesia dan negara-negara lainnya.
Dalam setiap perjalannya Syeikh Yasin tidaklah hanya sekedar mencari ilmu semata, tetapi juga dalam rangka mengamalkan dan menyebarkan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan. Maka tidaklah mengherankan ketika ia datang ke suatu tempat, dipinta atau tidak ia pasti akan memberikan ijazah dan sanad yang telah ia punya sesuai dengan kadar ilmu ulama yang menerima.
Khusus perjalanan ke Indonesia, sering Syeikh Yasin lakukan pada saat menjadi tamu undangan negara guna menghadiri Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ). Ajang ini Syeikh Yasin manfaatkan guna melakukan rihlah ilmiyah dan menyampaikan sanad hadits dan kitab.[10] Juga Syeikh Yasin berkunjung ke pesantren-pesantren di hampir seluruh pelosok Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Madura, Nusa Tenggara Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.[11] Dalam kunjungannya senantiasa selalu dipadati oleh para ulama dan santri serta masyarakat yang antusias akan kunjungan Syeikh Yasin guna memperoleh sanad, Ijazah, keberkahan dan do’a dari seorang ulama besar.
Selain rihlah ilmiyah, Syeikh Yasin melalui murid-muridnya juga selalu rutin mengundang para ulama dari berbagai negara yang menunaikan ibadah haji untuk ke kediamannya, kemudian Syeikh Yasin mengundang Masyaikh kota Makkah beserta Tholabah untuk saling berdiskusi mengenai hal-hal yang bersifat keagamaan, di samping untuk memperkuat ukhuwah islamiyah.[12] Jika ternyata ada sebagian ulama yang terlewatkan atau tidak bertemu, maka beliau melakukan interaksi melalui surat menyurat.[13]

D.    Penjaga Tradisi Khazanah Intelektualitas Ulama Terdahulu
Sudah selayaknya ulama sebagai pewaris keilmuan para Nabi, Sahabat, Thabi’in, dan seterusnya, terus mejaga tradisi-tradisi yang mengikut di dalam keilmuan tersesbut. Hal itulah yang juga terus dilakukan oleh Syeikh Yasin hingga akhir hidupnya yang walaupun banyak pula dari ulama-ulama yang lainnya sudah melupakannya.
Sebagai penjaga tradisi, Syeikh Yasin terus berusaha melestarikan atas apa yang telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf terdahulu. Hal ini didasarkan agar tidak adanya penyimpangan dalam tradisi tersebut. Seperti dalam kasus pengijazahan berbagai macam hadits musalsal, Syeikh Yasin selalu menirukan atas apa yang telah dilakukan ulama terdahulu sesuai dengan perbuatan, waktu, dan keadaan ulama tersebut mengijazahkan Syeikh Yasin. Contoh yang sesuai dengan perbuatan misalnya dalam pengijazahan al-Musalsal bi al-Musyabakah al-Maghribiyah.[14] Contoh yang sesuai dengan waktu misalnya pada al-Musalsal bi al-Sama’ bi Yaum al-Ied.[15]
Selain contoh dari hadits musalsal, contoh lainnya dalam ilmu falak juga pernah dipraktekkan Syeikh Yasin[16], hal ini juga dikarenakan Syeikh Yasin juga pernah menyandang gelar Falak al-Hijaz.

E.     Pengakuan Ulama Terhadap Keilmuan Syeikh Yasin
Terdapat banyak sekali pengakuan para ulama kepada Syeikh Yasin yang memang hal ini ditujukan karena kealiman serta luasnya ilmu yang telah beliau miliki yang bahkan olehnya banyak dari guru-guru Syeikh Yasin sendiri yang berbalik menuntut ilmu kepada Syeikh Yasin sendiri. Karena saking banyaknya pujian tersebut, penulis akan menyebutkan beberapa saja.
1.      Al-Syeikh Muhammad Zakaria bin Muhammad Yahya al-Madany. Syeikh Zakaria merupakan seorang ulama yang mempunyai prinsip yang keras. Apabila ia telah meyakini akan sesuatu, maka ia akan memegang teguh apa yang telah ia yakini. Akan tetapi setelah Syeikh Zakaria membaca sebuah karya Syeikh Yasin (kitab Fawaidh al-Janiyah), Syeikh Zakaria terpengaruh oleh karya muridnya tersebut dan mengakui akan keunggulan keilmuan Syeikh Yasin.[17]
2.      Al-Syeikh Abu Sulaiman Mahmud Sa’id bin Muhammad Mamduh al-Syafi’i dan Fadhilah al-Syeikh al-‘Alim al-Allamah al-Muhaddits al-Ushuly al-Sayyid ‘Abd Allah bin al-Shiddiq al-Ghumary. Syeikh Abu Sulaiman mengutip perkataan Sayyid Abdullah bin al-Shiddiq al-Ghumary pada waktu musim haji tahun 1401 H: “Sebelumnya kami menetapkan bahwa guru kami yang bernama al-Sayyid Ahmad al-Rofi’ Rafi’ al-Thahthawy adalah ‘Musnid al-Ashr’, tetapi sekarang Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany adalah ‘Musnid al-Dunia’ tanpa diragukan lagi.”[18]
3.      Al-Sayyid Abdul Aziz al-Qumari. Menurutnya Syeikh Yasin merupakan suatu kebanggaan ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.[19]
4.      Dr. Abdul Wahhab bin Abu Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummu al-Qura). Didalam kitab الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة dikatakan: “Syeikh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu ulama Masjid al-Haram.[20]
5.      Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal salah seorang mufti di Negara Yaman pernah membuat sebuah syair yang dikhususkan untuk memuji Syaikh Yasin Al-Fadani, dalam salah satu bait syairnya dia berkata: أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحي "Engkau tiada taranya dari segi ilmu dan ma`any, di antara banyak kejayaan yang dibangun orang, kaulah satu-satunya yang jaya".[21]
6.      Al-Habib Assayyid Segaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:[22]
لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها
في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها
7.      KH. Maimun Zubeir. Kiyai Maimun merupakan salah satu murid Syeikh Yasin yang menjadi tokoh agama dipentas nasional. Menurut penuturannya pada waktu haul Syeikh Yasin ke-18 dan KH. Abdul Hamid Abdul Halim ke-5 di Prapanca, Jakarta, Syeikh Yasin adalah mujaddid abad ke-20, karena Syeikh Yasin dalam menetapkan suatu hukum disesuaikan dengan zaman sekarang tanpa meniggalkan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama terdahulu. Selain itu menurutnya Syeikh Yasin sejajar dengan Imam Suyuthi.[23]
Dan masih banyak lagi pengakuan-pengakuan para ulama terhadap terhadap ketinggian keilmuan Syeikh Yasin. Hal ini dapat pula dilihat dalam setiap pemberian ijazah guru-gurunya terhadapnya dan juga dari luasnya penggunaan karya-karya Syeikh Yasin baik itu di tingkat pesantren maupun Universitas. Dan juga tidak ketinggalan dari pengamalan-pengamalan dalam tingkatan berbagai thariqoh yang sanadnya telah bersambung kepada Syeikh Yasin. Selain itu, untuk mengenang jasa Syeikh Yasin, beberapa murid-murid Syeikh Yasin selalu rutin melaksanakan haul Syeikh Yasin seperti yang terjadi di Banjarmasin setiap akhir bulan Dzulhijjah dan di Jakarta setiap hari minggu terakhir bulan Muharram.


[1] Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin, h. 124.
[2] Lihat Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, Jaringan Ulama, h. 136.
[3] Hizb merupakan salah satu bentuk amaliyah (amalan) zikir dalam tarekat Syadziliyah.
[4]Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Sanad Hizb al-Bahr wa Saaira Hazaib al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadziliy, (Prapanca, Jakarta).
Lihat Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa sanadhuma al-Mutsahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Jabbar Abi al-Hasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M, (Jakarta; t.p, t.t), h. 4-5.
Dalam buku “Mengenal Dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia” disebutkan bahwa silsilah tarekat Syadziliyah di Indonesia berasal dari silsilah Abi al-‘Abbas Syihabuddin Ahmad bin ‘Umar al-Mursi (silsilah kedua setelah Abi al-Hasan al-Syadzili). Prof. DR. H. Moh. Ardani, Tarekat Syadziliyah, terkenal Dengan Variazi Hizb-nya, Dalam Dr. Hj. Sri Mulyati, MA., ed, Mengenal Dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 79.
Lihat Juga, Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama Di Jawa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 299-301.
Lihat juga, Syaifuddin Zuhri, “Tarekat Syadziliyah, Perkembangan dan Ajarannya Di Kudus,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007 M/ 1428 H), h. 41-42.
Lihat juga, Muhammad Juni, “ Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah Di Kabupaten Bekasi (1993-2003),” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 M/ 1429 H), h. 70-71.
Bandingkan juga dengan, Ahmad Nur Khalid, Hizb al-Bahr wa Hizb al-Nasr wa al-Fatihah li al-Imam Abi al-Hasan al-Syadily, (Ciputat: t.p, 2010), h.25-26.
[5]Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Al-Ratiban wa al-Thariqah al-‘Alawiyah, (Prapanca, Jakarta).
[6] Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[7] Lihat Lilik Mursito, “Tradisi Rihlah Ilmiah,” artikel diakses pada 5 November 2010 dari http://www.anwafi.co.cc/2010/07/tradisi-rihlah-ilmiyah.html
[8] Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama”, h. 105.
[9] Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 9.
[10] Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 116.
[11] Ibid, h. 116
[12] Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 27.
[13] Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 115.
[14]Musalsal ini adalah musalsal yang menitikberatkan pada perbuatan perawi, dalam arti, seorang perawi ketika meriwayatkan hadits ini dibarengi dengan praktik saling mengenggam antara kedua tangan perawi dengan yang menerima hadits tersebut. Al-musalsal bi al-Musyabakah al-Maghribiyah populer di kalangan ulama dengan istilah tasybik. Dalam prakteknya, ini berbeda dengan salaman pada umumnya, ini dilakukan dengan cara kedua tangan posisinya adalah semua jari-jari bertemu meyela satu sama lain dengan tergenggam keduanya. Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 94.
[15] Hadits musalsal ini diriwayatkan dan diijazahkan hanya pada waktu hari raya ‘Ied (Ied al-Fitri maupun Ied al-Adha), tepatnya setelah shalat Ied dan tidak dilaksanakan di lain waktu. Lihat Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 101-104.
[16] Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 26.
[17] Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[18] Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 3-4.
[19] “Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[20]  Ibid.
Lihat juga Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 156.
[21]“Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html
[22] Ibid.
[23] Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 124.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar